INTERNATIONAL Conference Educational Research and Evaluation (ICERE) yang diselenggarakan oleh Himpunan Evaluasi Pendidikan Indonesia (HEPI) pekan lalu, setidaknya telah memberikan banyak kontribusi informasi, khususnya di bidang penilaian dan evaluasi pendidikan. Acara yang digelar di ruang sidang rektorat Universitas Negeri Yogyakarta tersebut menghadirkan narasumber internasional yang didatangkan dari Hong Kong dan Australia, serta dihadiri Anies Baswedan selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI sekaligus sebagai keynote speaker.
Sebagai bentuk dari proses pembelajaran di sekolah, penilaian merupakan bagian penting yang harus dilakukan oleh pendidik kepada peserta didik. Proses terjadinya penilaian, idealnya bukan berimplikasi pada bagaimana tujuan-tujuan kurikulum an sich, melainkan ada target yang lebih besar yang ingin dicapai terhadap arah pendidikan nasional, apa yang disebut sebagai “pendidikan nilai”.
Pendidikan nilai merujuk kepada bagaimana penanaman nilai-nilai yang tersembunyi dari setiap materi pelajaran yang disampaikan di dalam kelas, dapat menyentuh sisi ruang psikologi peserta didik secara baik dan benar, yang dengannya kemudian akan membidani pribadi-pribadi taat hukum dan berkarakter, sehingga lambat laun pendidikan akan menjadi sebuah gerakan masif sekaligus menjadi perisai.
Gerakan Pembebasan
Salah satu wujud lahirnya pendidikan bagi manusia adalah untuk memberikan dimensi ruang kehidupan yang bermakna. Kebermaknaan pendidikan hari ini sangat diharapkan oleh mayoritas masyarakat Indonesia, yang sedang mengalami “krisis identitas”.
Pendidikan sebagai gerakan pembebasan dimaksudkan, bahwa pendidikan selain harus membebaskan manusia dari sisi gelap kebodohan dan kemiskinannya, juga dapat membebaskan kita dari segala bentuk rekayasa pendidikan yang “terstruktur”.
Pembebasan merupakan situasi atau keadaan yang dikehendaki tanpa adanya bayang-bayang pemaksaan dan diktatorisasi dari pihak mana pun. Pembebasan adalah suatu upaya atau proses yang bertujuan menciptakan situasi bebas, bergerak, berbicara, berbuat dan sebagainya, dengan melalui berbagai macam pendekatan. Kebebasan termasuk hak asasi manusia, yang harus benar-benar dimiliki oleh setiap manusia.
Pembebasan bisa saja dibahasakan dengan pemberdayaan manusia, untuk membebaskan keterasingan kaum lemah dan tertindas dalam berbagai hal, baik secara politis, ekonomi, budaya maupun pendidikan.
Konsep pembebasan, menurut seorang tokoh kelahiran Brasil, Paulo Freire, adalah jalan menuju penyelamatan umat manusia yang permanen, yang ia bagi menjadi dua tahap. Tahap pertama adalah masa ketika manusia menjadi sadar akan pembebasan mereka dan melalui praksis merubah kesadaran itu. Tahap kedua dibangun atas yang pertama dan merupakan sebuah proses tindakan kultural yang memang benar-benar membebaskan.
Tahap pertama dalam pendidikan pembebasan ala Freire ialah upaya penyadaran (consientization) akan ketertindasannya dari berbagai macam penindasan, baik berupa pembodohan, perbudakan ganda, kebisuan dan monolog, sehingga ia dapat keluar dari kemelut itu menuju terciptanya manusia yang bebas, merdeka tanpa penindasan.
Ujung Tombak
Tak bisa dimungkiri, bahwa kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh bagaimana kualitas pendidikannya. Pendidikan yang bermutu, secara linear akan membangun sumber daya manusia berdaya saing tinggi. Pendidikan sebagai gerakan, pada konteks ini sedianya harus dimulai dari pendidikan informal keluarga, yang notabene menjadi sekolah pertama bagi setiap belahan jiwanya. Keluarga, dalam hal ini menjadi komponen utama yang bertanggung jawab melahirkan generasi emas yang berimtak dan beriptek.
Adalah pemerintah, kemudian, melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai pemangku kepentingan tertinggi, yang berkonsentrasi menata serta menanggung terhadap jalannya pendidikan di Indonesia, sejatinya dapat istikamah dalam membenahi segala kekurangan dan keterbatasan yang masih menimpa di setiap lini dunia pendidikan kita.
Evaluasi program yang terus-menerus dilangsungkan, baik bersifat parsial maupun holisitik, tidak lain merupakan bagian dari upaya meminimalisasi dari kekurangan dan keterbatasan target sasaran, dengan senantiasa mengacu kepada standar penilaian yang baku.
Meski demikian, dalam sambutannya, Baswedan mengatakan bahwa kepentingan pendidikan di Indonesia selanjutnya adalah bagian dari tanggung jawab masyarakat bersama, yang harus aktif berperan serta dalam menjamin nilai-nilai pendidikan luhur bermartabat, serta dapat menggali dan menumbuhkan ide-ide segar yang dapat bermanfaat bagi bangsa Indonesia di masa mendatang. Wallahualam.